Buatlah waliku jatuh cinta dan curi hatiku dengan Khitbahmu
Jika
Engkau memberikan kesempatan bagiku untuk bertemu dengan jodohku sebelum aku
bertemu dengan-Mu, pertemukan dan satukanlah aku dengan dia yang tidak akan
pernah menduakan aku selain dengan-Mu. Dengan dia yang tidak akan pernah
berpaling dariku selain pada-Mu. Dan bersamanya bersama-sama lebih dekat
pada-Mu menggapai Ridho-Mu.
Ribuan
hari berteman sepi seperti ada yang tak melengkapi. Berbisik dengan lembut menyebut satu nama yang hanya
bisa terbingkai dalam kata ‘dia’ disetiap butir-butir doa disepertiga malamku.
Mengutarakan segala rasa yang masih tak bertuan dalam sosok jiwa. Mencurahkan
segala kesah dan rindu serta gelisah akan penantian yang terkadang membuat air
bening terjatuh di pelupuk mata. Basah ... syahdu ... menyatu dalam doa.
Di
atas penantian menunggu kamu yang masih belum bisa aku sebut dalam sebuah nama
begitu banyak cerita tercipta.
~~~~~
Meski
tak pernah merasakan indahnya pacaran tetaplah saja aku seorang wanita
biasa yang lembut hatinya dan pernah jatuh cinta. Iya ... dalam penantian ini
aku pernah jatuh cinta. Jatuh cinta dalam diam doa.
Aku
ceritakan semua perasaan yang sempat singgah pada Sang Pemberi Rasa. Tuhan Yang
Maha Esa. Dalam perasaan yang kupikir semula adalah cinta ada banyak gelisah.
Ada banyak pertanyaan berebut meminta jawaban. Benarkah ini cinta? Apa yang
harus aku lakukan dengan perasaan ini? Meminta pada-Nya agar diberikan segala
yang terbaik bagiku. “Jika perasaan ini
salah dan pengharapan pada manusia akan memberikan luka maka hilangkan segala
rasa yang tercipta. Jika perasaan ini adalah baik maka izinkanlah untuk terus aku
genggam dalam ikatan doa” Begitu kira-kira kalimat yang sempat terucap
dalam sebagian doaku.
Waktu
berjalan begitu cepat hingga aku mengerti rasa yang ada ini tak seharusnya kugenggam lebih lama. Rasa ini mengundang
bimbang dan gelisah. Terkadang mencintai manusia telah membuat hilang logika,
yang ada hanya resah akan perasaan itu sendiri. Menebak dan menerka-nerka
segala apa yang dia lakukan. Bermain-main dengan khayalan gila yang sulit
dihentikan. Love is sweet torment, benarkah? Hingga aku lelah dan mengerti jika ini tidaklah
benar dan tidak harus diteruskan. Hanya membuang waktu percuma. Cinta yang berasal
dari-Nya tidak seperti ini. Tegasku pada diri sendiri.
Memang
pernah keliru menyebut satu nama dalam sebagian doaku. Tidak berarti aku
menyalahkan rasa yang pernah ada ataupun menyesalinya. Bicara tentang perasaan
bukanlah sebuah kesalahan. Perasaan berasal dari hati yang dianugrahkan Tuhan
pada manusia. Semua orang berhak merasakan segala rasa; perasaan suka, mungkin
juga cinta bahkan disaat perasaan itu tidak memiliki ikatan. Kapanpun dimanapun
pada siapapun tergantung bagaimana kita dapat mengendalikan diri atas segala
yang dirasa, jangan sampai merugikan diri sendiri. Begitupun denganku.
Diwaktu
lalu aku pernah berusaha mengendalikan segala rasa hanya dalam untaian doa.
Mengembalikan segala yang aku rasa pada Sang Pemberi Rasa dan Sang Maha Cinta. Ketika
hati gelisah dan bahagia disaat bersamaan. Ketika rindu dan sesak menyatu dalam
satu denyut nadi, tak ada yang mampu dilakukan selain mengembalikan segala yang
dirasa pada Sang Pemberi Rasa.
Selama
aku mencintainya selama itu pula resah dan gelisah menyertai. Perasaan yang
sempat singgah telah membuatku tak nyaman dalam kurun waktu tidak sebentar, walau
begitu darinya begitu banyak pelajaran yang aku mengerti. Memahami makna
dibalik kata sabar dan ikhlas. Tidak ada kisah yang terjadi secara percuma, there’s always a reason, a lesson or a
blessing.
Waktu
adalah jawaban terbaik dari segala pertanyaan yang sulit kujawab sendiri. Perlahan
dengan sendirinya seiring doa yang tiada terputus telah berhasil mengikis rasa
hingga tuntas tak bersisa. Rasa itu pudar dengan sendirinya dan aku yakini beginilah
cara Tuhan menyelamatkanku sebelum jatuh terlalu dalam. Katakan saja ini kisah
cinta pertama yang telah berlalu sejak jauh dan tertingal dimasa lalu.
~~~~~
Kini
kisah baru dimulai. Hari baru telah tiba. Usiaku tidak lagi untuk memikirkan
hal-hal yang bersifat kenikmatan sementara, pacaran misalnya. Ya ... hingga
kini aku masih tak pernah merasakan indahnya
pacaran. Pacaran? What the hell with that?
Aku tidak tahu. Iya, aku tidak pernah pacaran. Dan aku harap tidak akan pernah
hingga kekasih halalku tiba lalu merasakan indahnya cinta dalam ikatan halal
berlandaskan kecintaan kepada Tuhan.
Bicara
tentang cinta. Aku bukanlah penyair yang
pandai memilih kata puitis dan romantis. Tak pula lihai meracik rasa menjadi
seuntai cerita. Walau begitu bagiku cinta adalah perasaan dengan sejuta
definisi. Setiap orang pasti memiliki makna tersendiri. Cinta adalah rasa kasih,
sayang, peduli, sabar, ikhlas dan segala
sesuatu yang mengantarkan kita pada arah yang lebih baik. Terkadang sulit
menerka pada detik keberapa kita telah menjatuhkan hati untuk mencintai, sebab
cinta bisa datang tanpa kita sadari. Berhembus syahdu bagai candu. Diam-diam
menghuni relung sanubari lalu mencuri hati dengan sempurna. Seperti saat kita
jatuh cinta ketika melihat indahnya fanorama ciptaan Tuhan. Ada kedamaian dan
kenyamanan dalam hati. Itulah cinta bagiku.
Dan
aku yakini cinta yang berasal dari-Nya akan memberikan kedamaian dan kenyamanan.
Ketika
banyak yang bertanya tentang pilihan dan prinsipku untuk tidak pacaran. Jujur
saja aku tidak memiliki jawaban istimewa. Tak pandai berkata-kata. Alasannya
begitu sederhana. Karena dalam hidup, aku tak ingin membagi kenikmatan dalam
topeng berbungkus cinta tanpa ikatan halal dengan seseorang yang belum tentu
ditakdirkan untukku.
Kini
biarkan aku menata hati untuk bersiap menyambut kamu yang sedang dalam
perjalanan menjemputku. Semoga Tuhan memudahkan langkahmu menujuku. Semoga
Cinta-Nya membimbing kita untuk bisa saling menemukan satu sama lain dan
menyatu dalam cinta karena-Nya. Disini aku menunggumu sampai kau menjemputku.
Kamu
... lihatlah disini aku bertahan tanpa berbagi cinta dengan seorang pria hingga
cinta yang halal tiba. Tidak mudah! Anyone
can fall in love, but only the strong ones will keep it halal. Jangan
lama-lama membuatku menunggu! Berjanjilah untuk tidak memperpanjang penantian
ini. Karena aku tidak tahu sampai kapan masih bisa kulewati segala rintangan
dan godaan yang datang.
Saat
hembusan angin begitu lembut berhembus. Dan udara dengan lancar kuhirup
sempurna. Disaat semua keheningan terasa. Disaat langit-langit menjadi indah
dengan gemerlap bintang yang seolah mengerti apa yang ingin aku katakan. Disaat
itulah aku rindu sosok dirimu yang aku bingung cara menjelaskan siapa kamu dan
dimana kamu sekarang.
Kamu
tahu? Seorang sahabat pernah berkata “Jodohmu
tidak akan datang hanya dengan berdiam diri dan berdoa saja. Kamu harus mencoba
untuk membuka hati bagi seorang pria yang ingin mengenalmu lebih jauh!”
Kalimat
itu telah hatam berkali-kali hingga rasanya aku tuli mendengarnya.
Baiklah
akan aku tulis semua disini dengan ringkas. Sebelum aku menulis terlalu jauh
yang harus diketahui adalah; Aku bukan wanita dengan gaun syar’i yang menutup
sempurna tubuhku. Jangankan berpakaian syar’i, kalimat yang keluar dari mulutku
pun tidak selembut sutra. Aku jauh dari bayang-bayang wanita shalehah yang
tidak berpacaran dengan gambaran seorang wanita yang terlihat begitu alim.
Sungguh aku jauh dari itu semua. Bukan wanita istimewa dengan sejuta kelebihan
tanpa kekurangan. Aku hanya wanita biasa yang miskin ilmu dan butuh bimbingan
seorang imam. Membutuhkan kamu untuk kemudian menjadi pedoman dalam segala
keputusanku. Meski begitu, aku tahu pacaran tidak ada dalam syari’at kita. Tidak
peduli tampilan apa yang kita tunjukan pada dunia. Bagaimanapun alasannya dan
bagaimanapun adegan di dalam pacaran. Tetap saja label pacaran sangatlah tidak
elok untuk kita seorang muslimah yang sangat dimuliakan Tuhan, Allah SWT.
Namun,
aku juga bukan orang naif yang menarik diri dari pergaulan luar. Hampir semua
sahabatku berpacaran dan aku berada ditengah-tengah mereka tanpa mempersalahkan
prinsip masing-masing. So, don’t make it a problem! Lagi pula kita
sama-sama manusia biasa dimana tempat khilaf bersemayam. Kita sama-sama manusia
tidak bisa menebak hari esok. Boleh jadi detik ini aku masih memegang prinsip
untuk tak menjalin ikatan diluar halal, Wallahu’alam besok lusa bisa jadi aku meninggalkan prinsip ini dan tergoda
untuk menjalin kenikmatan diluar halal. Hati manusia begitu mudah
terbolak-balik. Aku harap tidak! Semoga Tuhan meneguhkan hati ini diatas
agama-Nya. Semoga DIA mengistiqomahkan sampai yang menghalalkan tiba. Jika
sebagian dari kalian melihatku berbeda maka biarlah aku berbeda dengan jalan
yang aku pilih.
Tahukah
kamu yang belum juga bisa aku sebut dalam sebuah nama? Aku tak sabar ingin
berbagi cerita denganmu. Dengarlah; jika dalam penantian ini banyak sekali rintangan
yang datang terbungkus rapi menawarkan kenikmatan dalam bingkai cinta (katanya sih. Padahal tidak ada cinta yang
nyata melainkan setelah ijab dan qabul disenandungkan). Godaan datang dari
kiri kanan. Kalimat-kalimat yang melelehkan kaum hawa. Kaum adam terkadang
membuatku bimbang. Adakah diantara yang datang adalah kamu? Iya kamu ... yang
selalu aku sebut dalam doa.
Satu
... dua ... datang dengan kalimat yang bisa melambungkan rasa. Tidak! kamu
tidak akan datang dengan cara yang seperti itu, bukan? Kamu tidak akan datang
dengan mengumbar kata-kata romantis yang lelah aku tepis dan membuatku risih.
Kamu akan datang dengan segala keseriusanmu lalu meyakinkan waliku dengan tindakan
nyata tanpa diawali melambungkan asa perempuan sebelum ijab dan qabul
disenandungkan. Khitbah dulu! Halalkan dulu! Baru setelah itu bersikap romantislah
setiap detik yang kita lewati! Aku tak akan risih! Buatlah aku jatuh cinta
setiap harinya. Ah ... sungguh impian setiap wanita.
Kamu!
Aku tulis deret kalimat ini untukmu. Bacalah, dan tersenyumlah untukku.
“Untuk kamu yang ingin menjadikan
aku kekasih halalmu. Maukah mengajari bagaimana indahnya pacaran dengan ikatan
yang halal sepanjang hidup kita? Maukah menciptakan kesan pertama denganku?
Maukah mengajariku untuk tidak malu mengekpresikan rasa cinta disetiap hembusan
nafas kita? Maukah kamu menjadi orang pertama dan terakhir yang menggenggam
tanganku menuju Jannah-Nya? Maukah menemaniku menulis kisah indah tentang kita?
Maukah menjadi pedoman dalam setiap keputusan yang aku ambil? Dan Maukah menjadi
penyempurna dari kisah yang aku tulis ini?
“Nanti ... bila Tuhan, Allah SWT.,
memberikan kesempatan kita bertemu di dunia-Nya. Tentu aku akan menjadi seorang
wanita paling beruntung telah ditemukan olehmu yang bersedia memulai dan menciptakan
kesan pertama dalam ikatan yang halal hingga akhir dimana waktu terhenti
untukku.
“Disini aku masih setia menunggumu
sampai kamu menjemputku. Take care. My Allah always protect you.”
~~~~~
Itu
ceritaku. Sesederhana yang aku tulis. Karena kisah istimewa belum bisa tertulis
hingga hari besar itu tiba. Hari dimana aku bertemu denganmu karena-Nya.
Ketika
gelisah dan rasanya prinsip mulai goyah. Satu yang selalu diingat. Kalimat yang kutulis
sendiri. Mungkin juga bisa menjadi pengingat sahabat perempuan semua. Chekidot:
- Jangan pernah putus asa dalam berdoa. Yakinlah tidak ada doa yang sia-sia. Tuhan pasti mendengar doa kita dan mengabulkannya disaat yang tepat dan indah. Rencana Allah itu beyond expected.
- Sabar dan ikhlas adalah kunci untuk selalu bersyukur dan merasakan kedamaian. Maka sabar dan ikhlaslah dalam penantian ini. Sibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat. Dan tuluslah dalam segala hal yang kita lakukan.
- Wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, begitupun sebaliknya. Nah, tentu kita ingin mendapatkan pasangan yang baik bukan? So, mari kita memperbaiki diri, karena jodoh adalah cerminan diri kita.
- Untuk kita yang berprinsip tak ada ikatan diluar halal, jika ada yang mengatakan munafiklah, so’ alimlah. Jangan terlalu menghiraukannya! Setiap orang berhak berpendapat, bukan? Toh, kita tidak bisa mengendalikan apa yang ingin orang lain katakan. Yang bisa kita lakukan adalah tetap berbuat baik dan menghargai setiap perbedaan dan prinsip. Kita harus ingat, bukankah prinsip kita tidak merugikan mereka yang mencibir? Well, keep istiqomah and still positive thinking, girl! Mari saling menghargai prinsip.
Komentar
Posting Komentar