Akibat ‘BAPER dan CAPER’
Jika hanya sekedar bercanda
mengapa membawa saya sejauh ini. Tidakkah tuan mengerti jika tidak selamanya
hati bisa diajak bercanda.
Tuan,
sungguh terima kasih sekali telah membuat saya jatuh cinta. Terima kasih sekali
karena berkat anda saya bisa merasakan rindu. Terima kasih. Karena anda, saya
tahu rasanya cemburu. Terima kasih untuk kisah kemarin. Terima kasih untuk
sebaris senyum yang sempat tuan ukir manis di wajah ini.
Tuan,
saya mengerti. Saya paham akan pepatah yang mengatakan jika seorang pria tidak
akan tahan rasa ‘sepi’ seorang pria tidak tahan sendiri. Maka tak heran jika
mereka seorang pria akan dengan sangat mudah berpindah kelain hati. Ya, saya
paham pepatah itu. Dan saya paham, ketika itu saya hanya menjadi pilihan kedua
saat tuan merasa sepi lalu menjadikan saya sebagai bahan candaan penawar rasa
sepi anda.
Tuan,
tahukah anda, jika cara bercanda tuan telah membuat saya terluka? Tahukah tuan,
jika beribu hari saya habiskan untuk menyeka rinai hujan di pipi saya yang
disebabkan oleh candaan tuan? Tahukah tuan, karena candaan tuan telah membuat
rindu menyerang jiwa ini dalam kurun waktu yang tidak sebentar? Tahukah tuan,
jika candaan tuan telah membuat makanan saya terasa hambar? Tahukah tuan, jika
candaan tuan selalu membuat saya tak pernah nyenyak menikmati mimpi? Tahukah
tuan, jika candaan tuan telah membawa saya ke dimensi lain, dimana hanya ada
saya sendiri, tidak tahu arah pulang, terjebak dalam ketersesatan rasa pada
candaan tuan?
Tuan,
seandainya saya bisa berorasi menyuarakan kata hati saya pada tuan, saya ingin
bertanya, apa salah saya hingga tuan melakukan ini terhadap saya? Pernahkah
saya mempermainkan hati tuan? Pernahkah saya hadir dalam kehidupan tuan tanpa
anda sendiri yang mengundangnya? Mengapa anda hadir menghuni relung hati saya,
menyematkan rasa yang sebelumnya belum pernah saya rasakan, menyatakan rasa
yang membuat saya merasa menjadi wanita terbahagia, jika pada akhirnya tuan
juga nyatakan rasa yang sama pada wanita lain di waktu yang bersamaan, lalu esoknya
saya tahu tuan telah bersama dengan yang lain.
Tahukah
tuan, selama ini saya selalu berusaha yakin suatu hari nanti tuan
akan berubah. Beribu hari saya meyakinkan hati jika saya memiliki rasa yang
tulus untuk tuan begitupun sebaliknya. Dan yang lebih konyolnya bertahun saya
menutup rapat hati saya bagi siapapun yang menyapanya. Tidak ada yang menggantikan
posisi tuan. Entah saya ini bodoh atau apa, saya merasa kita saling memiliki
rasa yang sama. Bodoh bukan? Dari mana saya dapat keyakinan itu? Mungkin dari
candaan tuan.
Tuan,
kini bulir-bulir air tak jatuh lagi dari pelupuk mata saya. Mengering. Terlalu
sakit mengingat semuanya hingga air matapun enggan menetes lagi. Saking
sakitnya, kini saya hanya bisa tersenyum ketika mengingat semua tentang tuan.
Tidak lagi menangis dalam sesak. Raga ini telah lelah.
Belasan
tahun saya tertidur dan hidup dalam mimpi. Mimpi yang indah sekali. Sampai
seseorang membangunkan saya dengan cara yang sangat menyakitkan, cara yang
menusuk-nusuk jantung saya, cara yang membuat hati saya hancur menjadi ribuan
keping dibuatnya. Cara yang menyadarkan saya jika saya begitu bodoh dengan
berani-beraninya manaruh harap pada tuan dengan menganggap segala candaan tuan
sebagai rasa dan ketulusan tuan. Bullshit, semua yang dikatakan tuan hanya
sebuah senda guraw belaka, tanpa mengerti jika wanita terlalu mudah berperasaan.
Tuan,
saya tahu diri, mana mungkin wanita yang jauh dari kata sempurna seperti saya
mendapatkan ketulusan hati anda, mendapatkan cinta yang nyata dari anda. Tuan,
seorang yang tak mungkin wanita bisa menolaknya dengan seragam dan amunisi yang
anda miliki. Serupa tuan yang di mata dunia selalu disandingkan dengan pasangan
yang juga memiliki title ‘sama’ (Sederajat). Begitulah yang kudengar. Dan itu
yang membangunkan saya dari mimpi panjang selama ini. Seseorang yang telah
membangunkan saya dari mimpi panjang ini tidak lain adalah Ibu tuan sendiri.
Meski
ibu tuan tidak sengaja mengatakannya, saya tetap sangat berterima kasih kepada beliau
karena telah menyadarkan saya, membangunkan saya. Walau terdengar sakit namun
semua memang benar.
Saya
terlalu bodoh karena hanyut dan terbawa perasaan saat tuan memainkan
kalimat-kalimat yang membuat saya merasa dicintai. Namun, ternyata semua palsu,
semua hanya cara tuan berekspresi melawan rasa kesepian tuan dan mengalihkannya
pada saya.
Selama
ini saya selalu menyalahkah diri sendiri. Mencaci diri sendiri yang terlalu
bodoh dan gampangan atau bahasa kerennya terlalu cepat ‘BAPER’. Kali ini saya
ingin bertanya. Salahkah jika saya terbawa perasaan sedangkan tuan sendiri
memberikan harapan-harapan, mimpi-mimpi, mengajari saya menyusun masa depan,
bukan dalam waktu sebulan dua bulan, setahun-dua tahun. Ribuan hari lamanya
tuan membesarkan hati saya. Mana mungkin saya tidak terbawa perasaan.
Tapi,
memang benar di balik semua skenario yang Tuhan berikan untuk setiap hambanya
pastilah mengandung hikmah, tergantung bagaimana cara kita memandangnya. Kini
saya mengerti, sebagai wanita tidak boleh terlalu percaya 1000% pada seorang
pria sebelum ijab dan qabul di senandungkan. Sekalipun pada orang yang telah
lama dikenali. Seperti tuan yang telah saya kenal selama belasan tahun. Satu
lagi. Lagi pula kita tidak bisa memaksa seseorang untuk tulus terhadap kita.
Jika
tuan tidak pernah bisa pergi dari saya dan menganggap saya sebagai ‘candaan’
yang menyenangkan dikala tuan merasa sepi yang kapanpun tuan bisa kembali dan
berlalu begitu saja. Tidak lagi. Biarkan saya yang pergi. Tak usah kembali lagi.
Saya tidak ingin kembali mengucap 'terima kasih' untuk apa yang tuan akan lakukan
di kemudian hari. Percayalah tidak ada maksud untuk memutus tali silaturahmi.
Tuan akan tetap menjadi teman saya. Teman dalam segala penantian.
- THE END-
Seorang
perempuan tidak akan mungkin ‘BAPER’ jika lelakinya tidak ‘CAPER’ begitupun
sebaliknya. Hati-hati saat bercanda yang berujung membuat seseorang menjadi baper dengan segala perhatian kita. Kita
tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada lawan main yang kita jadikan
sebagai sasaran untuk di baper-in.
Menjadi
teman boleh, berteman dengan siapapun, lebih banyak teman lebih baik. Jadi
sahabat? Tentu saja boleh. Saling peduli? Kita makhluk sosial, apa alasan kita
untuk tidak peduli. Namun, Pedulilah sewajarnya, jangan terlalu membesarkan
hati seseorang jika semua hanya candaan. Bersikaplah sewajarnya.
Komentar
Posting Komentar