Raina
SD***
Namaku
Raina. Usiaku 12 tahun masih duduk di kelas VI SD. Disekolah aku bukan anak
yang super aktif, tapi tidak juga bocah pendiam yang diam-diam pup ditempat (upstt.. sorry). Memiliki
banyak teman dan sahabat, salah satunya Indri teman sebangku selama 5 tahun,
kami berdua sangat akur sudah seperti saudara.
Di
usia yang masih terlalu kecil, boleh kah aku mengenal cinta? (SD kok
cinta-cintaan. hihi) bukan aku yang ingin mengenal cinta, tapi cinta yang
menghampiriku, yah katakanlah cinta monyet. Aku cinta nya, dan ... yang jadi
monyet nya siapa yah? (Ga usah di jawab, lanjut saja membaca) ketika cinta
menghampiri, aku takut bukan main dan merasa risih jika berlama-lama di
sekolah, apalagi setelah mendengar dari teman-teman. Jika Fajar akan menembakku
(DI TEMBAK? Mati dong), aku takut sekali memikirkan apa yang akan dia lakukan
padaku. Aku bilang saja pada guru matematika yang cantik itu, begini kataku
“Ibu aku takut sekali. Si Fajar mau nembak aku bu” (hahaha, konyol sekali jika
di pikir kini, mau ditembak cowo kok sampe ngadu sama bu guru. Hahaha).
Kata
bu guru, emang ga boleh main tembak-tembakan nanti ketembak beneran, apalagi
pacar-pacaran kan kita masih kecil, masih SD.
Aku
tidak mengerti kenapa kalau si Fajar deket sama aku, dia selalu salah tingkah,
padahal aku biasa saja. Mmmmm ????
“Aku
suka kamu Raina”
-----
SMP***
MOPD
SMP, masih mengenakan seragam merah putih, dan anggap saja masih SD. Ketika
menjalani MOPD, seru sekali, bertemu dengan teman-teman baru dan cerita yang
baru. Eh ... ada-ada saja kisah yang aku alami ini, hari ke dua MOPD aku
mendapat surat, begini bunyinya:
“Hay, Raina. Kenalkan aku Fatur. Aku suka sama kamu.
Kamu mau enggak jadi pacar aku? kalau kamu mau hubungi nomor dibawah ini yah
:
0999 8888 xxxx
|
(Nembak
cewe atau lagi promosi iklan sih? “hubungi nomor dibawah ini”).
Duh,
di SD ada si Fajar di SMP ada si Fatur. Dan selama 3 tahun aku sekelas pula
dengan si Fatur, yang ternyata adalah anak kepala sekolah.
Tahun
pertama sekelas dengannya aku biasa saja walau kadang canggung juga sih,
bagaimana tidak? setiap saat aku bicara dengannya dia seperti malu-malu gitu
(malu atau malu-maluin tuh). Mungkin dia salting, bukannya ngomong malah
bengong.
Tembak-menembak,
untung aku enggak mati karena tertembak, mungkin dia lelah dengan sikap diriku
yang cuek-cuek saja, lagi pula SMP kok pacar-pacaran, pikiranku waktu itu.
Sampai dia jadian tuh sama teman cewe yang juga sekelas dengan kami, dan itu
anugrah terindah yang pernah terjadi di sekolah ini, so’ aku bebas dari segala
tentangnnya, sekarang si Fatur disibukkan dengan kekasihnya yang manja.
Eh
tapi, bagaimana dengan Rahmat? Saudara dari sahabatku Indri? Yang juga temanku
sejak SD, tidak enak rasanya, jika pertemanan berubah dingin hanya karena kata
“Suka” atau “Cinta”.
Lupakan
itu, tidak nyampe setahun ternyata si Fatur putus sama cewenya yang manja itu,
hemm ... siap-siap aja nih di-cie-ciein lagi sama anak satu sekolahan, dikata
mau jadi mantu pak Kepsek.
Selalu
berusaha mengakrabkan diri dengan si Fatur menganggapnya seperti teman yang
lain, teman seru-seruan, teman tertawa bersama, tapi tidak bisa. Setiap kali
ngobrol dengannya, dia mendadak jadi pendiam, padahal aku tahu, dia bukan lagi
hebohnya kalau lagi sama teman-teman yang lain (aduh ribet deh si Fatur -__-).
Sampai
ada satu tugas yang dikerjakan secara berkelompok, dan aku satu tim sama si
Fatur, dan kalian tahu? Dia seperti ogah-ogahan gitu, memang anak malas, dia
hanya memberikan uang untuk dibelikan keperluan tugas, itu pun lewat teman yang
lain.
Hemm
.. sebenarnya aku risih seperti ini terus, satu kelas tapi hampir tak pernah
ngobrol panjang dan bercanda seperti teman-teman yang lain dengannya. Ah, bukan
salahku! Aku selalu mencoba mengakrabkan diri sebagai teman, dianya aja yang
rese.
Lupakan
Fatur, karena ceritanya masih begitu-begitu saja, tak ada yang berbeda.
Dhani,
dia kakak kelas satu tingkat, entah dari mana dia tahu namaku, tahu rumahku,
dan tahu tentang aku.
Suatu
hari ketika pulang sekolah dia telah ada di depan gerbang sekolah, katanya sih
menungguku (Mau apa yah? Mules nih ah).
“Udah
tahu belum aku mau ngomong apa?” (Lah ngomong juga belum, aneh deh udah-mah ngomongnya
terbata, gugup pula, kenapa sih cowo-cowo disini pada aneh).
“Enggak”
Jawabku singkat
“Emmmm,
sebenarnya aku ...”
“Aduh Kak udah sore nih, aku pulang duluan yah Kak. Permisi, Assalamu’alaikum”
Tiba
di rumah dan lupakan hal-hal aneh yang terjadi disekolah.
“Kak,
ada yang nyari tuh di luar” Kata adikku
Setelah aku keluar rumah, dan ... what?
“Kak Dhani ngapain ke sini?”
“Aku Cuma mau ngomong kalau ...”
“Aduh nanti ketauan Mamah, besok aja yah di sekolah”
-----
Besok
hari
“Kamu
mau ga jadi pacarku?” (Waduh, aku bingung mau ngomong apa, enggak ada angin enggak
ada hujan kenapa tiba-tiba bicara seperti itu).
Sebenarnya
aku enggak suka nih ketika aku harus bilang “tidak” aku tahu ini akan sakit,
tapi mau gimana lagi? Kan hati enggak bisa di paksa lagi pula masih SMP kok,
belum boleh pacaran sama mamah (sama Allah tentunya :D).
“Maaf
yah Kak, aku ga bisa, maaf sekali” (Apa aku jahat?)
“Kenapa? Udah punya pacar yah?”
“Enggak, tapi enggak bisa aja. Semoga Kak Dhani ngerti yah! Maaf banget” (Duh .. asli deh aku enggak berani natap matanya yang sayu itu, please ga akan nangis kan).
-----
Buset,
abis di tolak jadi tetangga.
Kakak
kelas yang beberapa minggu lalu aku tolak kini dia tetanggaan denganku, duh apa
pula ini, kan jadi malu kalau enggak sengaja ketemu.
Biarlah
terserah orang mau tinggal dimana.
-----
Kelulusan
SMP pun tiba.
Dengan
heboh bersorak soray ketika membuka amplop kelulusan dan mendapati kata
“LULUS”.
Kamipun
pulang dengan gembira diiringi gerimis yang menambah suasana menjadi semakin
seru, menyambut seragam putih abu yang sudah ada dibayangan.
Tapi
ko? Si Fatur pulang ke arah sini yah? (Masih ingat Fatur kan?) harusnya kan
kesana.
Eh,
tiba-tiba si Fatur berjalan disampingku, duh mau ngapain lagi sih? Senang sih
kalau dihari kelulusan ini akhirnya aku bisa seutuhnya berteman dengan dia,
tapi itu bukan maunya, maunya dia, aku jadi pacarnya (Keukeuh banget sih).
“Maafin
aku, kita temenan aja yah Tur”
Fatur
telihat duduk lemas, tapi aku tak bisa duduk disampingnya dan menemani dia, aku
tak biasa lakukan itu. Saat itu sebetulnya ingin sekali sekedar menepuk bahunya
dan mengatakan jika rasa tak bisa dipaksa. Berteman bisa jauh lebih
menyenangkan. Namun aku tak bisa. Jika aku lakukan itu justru akan membuat
kenyamanan yang bisa jadi malah semakin menjadi-jadi. Aku mencoba mengerti apa
yang Fatur rasakan karena walau bagaimanapun aku tetap peduli sebagai teman. Hanya
saja tetap harus kujaga rasa.
“Apa
enggak bisa kita temenan aja, aku minta maaf Tur” Kata terakhirku dan berlalu
pergi meninggalkan.
Aku
tidak suka ini, aku tidak suka ketika sikapku membuat orang lain terlebih teman
sendiri tersakiti oleh diriku. Namun aku tidak tahu harus berbuat apa (Apa aku
manusia terjahat yang membiarkan teman sendiri terluka? Tidak! Aku memilih
tegas ketimbang memberi harapan semu).
Fatur
akan selalu menjadi temanku sampai kapanpun.
-----
SMA***
Teror
SMS?
Bukan
teror yang mengerikan sih, teror yang selalu menyanjungku, memujiku, mungkin
penggemar rahasiaku (Cie ... cie ... punya pengagum rahasia, tapi hati-hati ah,
jangan GR!).
Tidak
dalam waktu sebentar SMS-SMS itu terus membanjiri kotak masukku,
kalimat-kalimat romantis yang entah siapa pemiliknya.
Sering
aku tanya siapa, namun tak pernah menjawab. Aku simpulkan saja dia Si Rizal. Iya
... Rizal, dia teman kecilku, teman yang dikenal sejak dulu. Rizal juga cinta
pertamaku. Lagian si Rizal juga suka sama aku (GR tingkat dewa, korban PHP). Ya
... sudah aku putuskan bahwa yang selama ini mengirimiku kata-kata
romantis itu adalah Rizal. Titik.
“Kamu
Rizal yah?”
Bukannya
menjawab dia malah membalasnya panjang lebar bagai penyair.
“Telah
lama mengagumimu, memperhatikanmu dari jauh, mencintaimu walau tak pernah kau
lihat. Tapi aku bersyukur karena Tuhan memberikanku cinta yang tertuju padamu,
dan merasakan indahnya mencintai dirimu yang belum sempat termiliki”
(Aku kasih tahu yah, aku hanya akan
termilki setelah dibeli dengan mahar, hehe Aaminn).
“Maaf,
ini siapa yah?”
“Aku
Fatur. Maaf jika selama ini masih mengharapkanmu”
Aku
terdiam, diam dalam hening (Udah SMA nih udah mulai ngerti cinta). Bodohnya mengira
jika semua yang aku dapat ini dari Rizal yang mungkin telah lupa denganku.
-----
Selang
satu tahun
Kini
aku kelas XI di salah satu SMK di Cianjur, katakanlah Smakzie
(Bongkar-bongkaran nih, haha ... based on
my true story)
Wajah
yang aku miliki begitu pasaran hingga banyak sekali yang katanya mirip denganku
(Bukan pasaran kok. Tapi favorit. Mungkin sebelum terlahir kedunia semua ruh
rebutan untuk memiliki wajah seperti yang aku miliki. Dan inilah hasil
pembagian Tuhan yang pas-passan karena harus dibagi-bagi. Coba bayangkan jika
tidak dibagi. Emmm ... pasti hasilnya luar biasa yah). Lelah sekali rasanya
selalu disama-sama-kan dengan si ini si anu si itu, apalagi ketika dikata mirip
sekali dengan kakak kelasku yang kata orang cantik (Asik di sama-samain sama
yang cantik, berarti aku cantik dong. Hahaha iyalah kan perempuan).
Tapi
dari sana juga aku jadi tahu rasanya kecewa. Pasalnya ada seorang kakak kelas
kece, ganteng, pintar, yang akhir-akhir ini selalu memandangiku,
memperhatikanku ketika tak sengaja berpapasan, terus menatapku dengan matanya
yang indah (Sebentar lagi leleh nih hati kalau setiap hari dibuat begini terus,
duh ...). Hingga akhirnya entah dari mana kakak kelas kece itu tahu nomor handphone-ku dan menghubungiku. Dari
sana kami saling berkirim pesan walau tak sering-sering amat.
Setelah
lama kelamaan aku tahu, ternyata mantan dari kakak kece itu adalah wanita yang
katanya mirip sekali denganku itu. Oh, pantas saja si kakak kece mendekatiku,
ternyata hanya karena aku mirip dengan mantanya yah? Bukan karena tulus ingin
kenal denganku. Aku kecewa pada wajahku ini. Gara-gara memiliki wajah yang
pasaran ini, jadi gini kan. Didekati hanya karena memiliki wajah serupa dengan
mantannya (Eh lupa’ bukan pasaran! Tapi favorit. TITIK!)
-----
Suka
menyuka, malu memalu, rasa merasa, tembak menembak, cinta mencinta begitulah
kisah kasih semasa SMA.
-----
Setelah
lulus SMA***
Akhirnya
si Fatur (Masih inget kan?) mulai bisa welcome tuh sama aku, mulai rame ketika
sedang chatting denganku (Sekarang
chat yah, kalau dulu masih SMSan, pake HP jadul pula, yang buat lempar gogog itu
loh. wkwkwk). Tidak canggung dan gugup lagi seperti dulu (Masa iyah dari SMP enggak
rubah-rubah).
Dan
hal yang lucu ketika si Fatur bercerita tentang kekasihnya padaku, aku bahagia
sekali akhirnya dia bisa menganggapku sebagai teman. Eh, dan ternyata
kekasihnya mirip denganku, bukan hanya dia yang bilang mirip, bahkan aku
sendiri pun memang merasa mirip dengan kekasihnya itu. (Bukan pasaran yah ... favorit.
Titik!)
“Susah
sih dapetin Raina yang Ori, jadi yang KW pun jadi” (Sungguh kalimat yang tak
sopan).
Begitu
katanya ketika kami mulai hanyut dalam perbincangan, terserah dialah ... yang
penting kini kami bisa berteman dengan baik, tanpa harus selalu membahas
perasaan (Cape tahu kalau selalu pake perasaan).
-----
“Kakak
harap suatu saat Raina ngerti yah” begitu kata kakak seniorku di kampus ketika
mengutarakan isi hatinya.
Please ... tolong! Aku tidak ingin katakan “tidak” namun aku
belum siap, (Belum siap apa? Pokoknya belum siap aja deh)
Dia
pemuda yang baik, lagi pula kini aku bukan anak SD, SMP atau SMA lagi, aku
telah dewasa, dan cukup umur untuk merajut asmara. Namun, rasanya tidak mudah
ketika harus menerima kehadiran sosok baru dan menempatkannya dalam hati ini. Aku
bimbang dan galau, gelisah dan tak enak hati ketika mengingat pemuda yang baik
nan tampan kakak seniorku itu. Sudah tampan, baik, sopan, kerjaanpun tak usah
dipertanyakan. Tapi kenapa? Ada apa dengan hatiku ya Tuhan.
Hingga
aku berdo’a dalam sujudku, agar suatu hari nanti aku bisa membalas cinta yang
pemuda itu miliki untukku. Aku berdo’a jika dia memang terbaik untukku, tolong
bantu aku untuk bisa menerima dan mencintai dia seperti dia mencintaiku.
Namun
sama sekali tak berhasil, di saat aku bersusah payah untuk menumbuhkan rasa
cinta pada pemuda itu, masa lalu justru datang dan membuatku kembali pada memory yang lalu “Rizal”.
Dan
Rizal? Dia yang selama ini posisinya tidak bisa di gantikan dengan siapapun ...
Ah sudahlah, aku tak ingin membahasnya. Rizal pun sama, dia akan tetap menjadi
temanku, teman yang baik.
-----
Kita
semua tetap teman kan? Aku sama sekali tidak ada maksud untuk saling menyakiti,
aku pun sama sakitnya ketika katakan “tidak” aku harap mengerti dengan
maksudku, aku hanya perempuan biasa yang mengharap cinta-NYA, dan berusaha
memperbaiki diri menyambut dia yang akan menjadikanku kekasih halalnya bukan
sekedar mengajakku berpacaran saja. Menunggunya dalam ketaatan, berdo'a agar
jalannya menujuku dilancarkan (Semoga Allah kasih peta yang mudah dia pahami
dan segera menujuku. Hehehe ... Aaminn) atau enggak, semoga telepathy-ku selalu sampai
padanya, agar ketika dia (siapapun itu) datang padaku, dan ketika waktu
itu tiba, tidak akan pernah lagi terdengar kata “tidak” yang ada hanya “Aku
bersedia menjadi istrimu, menjadi mak’mummu, menjadi teman sehati di dunia
hingga syurga nanti, aku bersedia menjadi sahabatmu, tempat berbagi tawa juga menyediakan
pundak ketika lara, aku bersedia menjadi Ibu dari anak-anak kita” (Cie, hahaha
Aaminn kan yuk.. ^_^)
-----
Jangan
lupa saling mengundang ketika menyebar undangan yah. Terima kasih karena pernah
menjadi bagian dari cerita ini, dan menemaniku dalam penantian yang
sesungguhnya.
-----
Sesekali
aku sempat bertanya mengapa harus aku? Mengapa harus begitu unik cerita ini?
Kini aku menemukan jawabannya. Karena Tuhan lah yang memilihku. Karena hanya
aku lah yang mampu melalui skenario-skenario unik ini tanpa memutus
silaturahmi. Karena hanya aku yang akan membuat mereka mengerti tanpa ada
benci. Karena aku tokoh terbaik yang dipilih Tuhan dalam perjalanan hidupku
untuk menebar kebaikkan.
Tetap
positive thinking untuk segala
skenario Tuhan. Mari menebar kebaikan.
Komentar
Posting Komentar