Arjuna Hilang Khadizah Meninggalkan


Yesi Noor
Aku dinikahi seorang yang asing bagiku, dia bagaikan pangeran yang kaya raya membawaku kedalam istananya, dia berhati mulia dengan menerima keadaanku yang kala itu setengah gila karenamu, terlebih setelah kecelakaan maut merenggut sebagian ingatanku, dia dengan sabar mendampingi dan mencintaiku yang gila. Namun semua itu tidak mampu membuatku mencintainya, nafasku masih selalu menyebut namamu yang tak pernah kembali, dimana kamu? baikkah kau disana? Masih ingatkah denganku?

Ini salahmu, dulu, kau datang dan pergi sesuka hatimu, tanpa kamu sadar jika aku ini wanita, yang bisa saja lelah dan terluka akan sikapmu.

Lalu kau kembali  datang setelah sekian lama berlayar, datang  memberi setumpuk harapan, mengajariku menyusun masa depan, satu persatu ketakutan mampu kau hilangkan dengan tutur manismu yang penuh keyakinan.

Berlalu dengan sangat cepat, kau menghilang setelah berhasil tanamkan harapan itu dalam hatiku, kau menghilang dan ku harap tak usah kembali.

Kau memang tak pernah kembali.

Seandainya kamu tahu, setiap hari aku selalu mengunjungi taman itu, taman dimana kau mampu sematkan rasa yang dalam padaku, taman yang menjadi saksi betapa sering aku menangis menantimu, menunggu di tengah ketidak pastian itu melelahkan, hingga tiba dimana aku menyerah dan meninggalkan.

 “Nek Ayo kita masuk, Ibu telah membuatkan sup kesukaan Nenek”. Seorang gadis kecil sadarkan dia dari lamunannya.

Di dalam, ada seorang lelaki tua, yang di panggil gadis kecil itu Kakek, juga ada Ibu dan Ayah dari sang gadis. Mereka tinggal berlima di dalam rumah yang mewah nan megah itu.

“Ibu ayo makan, ini kesukaan Ibu, aku membuatnya khusus untuk Ibu”. Perempuan berparas elok berusia 30 tahunan itu terlihat membujuk sang Nenek mereguk semangkuk sup buatannya, namun tidak berhasil.

“Temani saja aku ke taman” pinta sang Nenek pagi itu.

Akhirnya di hari libur kala itu, sang  Kakek dan gadis kecillah yang menemaninya ke taman yang letaknya tak begitu jauh dari kediaman mereka.

Setibanya di taman, sang Nenek duduk dibawah pohon rindang yang dalam sedikit ingatannya, disanalah tempat ia menunggu Arjunanya (panggilan sayang untuk kekasih yang begitu ia cintai), dengan pandangan kosong lamunannya kembali menerawang, terlihat lelaki muda gagah nan tampan melemparkan senyuman dengan membawa seikat bunga mawar yang harum untuknya.

Dari arah yang tak begitu jauh hanya berjarak sekitar 2 meter, sang Kakek dan gadis kecil terus memantau sang Nenek yang memang kala itu hanya ingin sendiri menikmati rindangnya pohon yang meneduhinya.

“Cu tunggu sebentar, Kakek akan segera kembali”. Ucap sang Kakek pada gadis kecil itu lalu berlalu.

*****
Kau tak pernah kembali Arjuna, kau menghilang dan akupun telah meninggalkan.

“Arjuna”. Suara pilu sang Nenek tiba-tiba terdengar ketika melihat pemuda tampan menghampirinya.

“Mimpikah ini?, Arjuna?, inikah kamu yang ku tunggu?”. Lalu sang Nenek menundukan pandangannya.

“Pergilah Arjuna tak usah kembali, biarkan rinduku mengeriput seiring dengan usiaku yang telah menua karena menunggumu”.

“Aku kembali padamu Khadizah, menjemputmu dari sepinya menunggu”. Lelaki itu terus mendekat.

Lelaki yang tampan di mata sang Nenek itu kini memeluknya dengan erat. Haru birupun terlihat dari ungkapan kasih sayang keduanya, melepas kerinduan yang tertahan selama puluhan tahun lamanya.

Si Gadis kecil berlari menghampiri.

“Nenek... Kakek... aku juga ingin berpelukan dengan kalian”.
*****

Arjuna tidak pernah menghilang, Khadizah juga tidak pernah meninggalkan.

Arjuna pergi berlayar untuk kembali, dan Khadizah menunggu dalam kegilaannya.


                                                                        Cianjur, 28 January 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESEPSI!!! What the hell?

MengASIhi Khalisa

Ramadhan ke 2